'PEMAHAMAN' BUDAYA DAN AGAMA
PEMAHAMAN BUDAYA DAN AGAMA
Versi Nenden Salwa
Foto Nenden & Fauzan Salwa
Semua
negara di seluruh pelosok dunia mempunyai Budaya yang harus
dipertahankannya demi keutuhan bangsanya. dengan budaya kita akan
dipandang sebagai kewibaan milik bangsa atas warisan leluhur
mengokohkan apa yang telah dirintis dan diperjuangkan sebagai cipta
rasa, karsa menjadi kebanggaan kita sebagai bangsa punya Negara.
Namun Era sekarang ini, budaya itu menghilang seperti dihempas gelombang entah kemana menepinya?
Para
ahli khotbah mengeluhkan bahwa budaya kita ini tergadaikan akibat arus
budaya luar dan mendominasi pada seluruh bangsa ini.
Dikeluh
kesahkannya bagaimana era sekarang; remaja, tua, muda mudi sudah
terbiasa mengenakan celana panjang/pendek bahan jin ketat.
Deceritakannya
juga para Muslimah yang mengenakan pakaiannya hingga mencetak lekuk
tubuh seorang wanita, menggambarkan keseksian.
Kita kembalikan pada Raja Pajajaran yang tidak mau mengikuti anaknya Kian santang yang ingin mengislamkan ayahnya.
Prabu Silihwangi dengan tegas menolaknya dan ia tidak melarang anaknya masuk agama Islam.
Dalam perdebatan agama.
Raja
Pajajaran, bukan bearti beliau merasa dirinya adalah seorang Raja yang
tidak boleh tunduk pada ajaran agama Islam yang sudah disempurnakan
Kanjeng Rasull Nabi Muhammad s.aw.
Tetapi
Prabu Siliwangi atas wangsitnya juga sudah mengetahui kejadian yang
akan datang. Dimana keyakinan Kian Santang sedikit demi sedikit akan
mengikis kekayaan macam ragam budaya dari sabang sampai meroke.
Prabu
Siliwangi dan Kian Santang dipertemukan di alam Marcapada untuk
menselaraskan dari masing-masing keyakinan menjadi sepemahaman pada
titik nilai budaya.
"Lihatlah
Kian Santang, darimana dan harus bagaimana memulihkan keragaman budaya
kita? musik tadisional dan peralatannya sudah tergantikan dengan musik
gambusan yang sekaligus melenyapkan pakaian-pakaian adat kita?"
Kian
Santang pun yang dulu lantang menyuarakan keyakinannya, merenung dan
tertunduk sedih melihat negerinya jauh dari peradaban dan budaya.
Kemudian ia berpikir pada kedalaman jiwanya.
"Sebenarnya
inilah yang aku takutkan Kian Santang bukan masalah keyakinan. Lalu
bagaimana menurut pandanganmu untuk bisa mengembalikan budaya warisan
moyangmu jika sudah seperti ini? sementara salah bicara dan salah
pengertian sedikit saja masalah agama, bisa menjadi anarkis? Aku tidak
pernah melarang masuk agama manapun pada siapa saja, karena kita
berpancasila sebagai perlambang burung garuda yang gagah perkasa dengan
cakarnya. Tapi dengan keyakinan yang sudah disempurnakan Kanjeng Rassul
ini bisa mengundang tumpah darah jika kita ingin mengembalikan budaya
kita."
Kian Santang tidak bisa menjawab ia terus merenung memikirkan budaya yang sudah hilang.
Pikiran
Kian Santang menerawang mengenangkan pertemuannya dengan Baginda Ali
yang membekalinya ilmu sejati yaitu ajaran agama Islam yang langsung
diyakininya. Akibat pada tempo itu Kian Santang kalah dalam mengadu
kesaktian kemudian tidak bisa mengambil tongkat yang ditanamkan di
tanah oleh Baginda Ali.
Kian Santang merasakan padang pasir itu begitu tandus dengan udara
menyengat dan tiada pepohonan sama sekali. Maka untuk melindungi
keadaan di sana serta menjaga kesehatan, tentulah seluruh penghuninya
diwajibkan untuk berpakaian yang bisa menutupi seluruh tubuh dan
wajahnya.
Jauh sekali dengan kehidupan negerinya sendiri yang sejuk, asri dipenuhi penghijauan alami. Yang tidak mengharuskan para penghuninya mengenakan pakaian seperti orang2 yang tinggal di padang pasir, tempat tinggalnya Baginda Ali.
"Kau
tahu kian santang, apa yang diamanatkan langit padaku?" ucap Prabu
Siliwangi menatap putranya dan bertutur lagi "Pisahkan antara aturan
Negara dengan aturan agama... Bukan bearti kita melupakan ajaran para
Rassul.. Karena kitab dan alqur'an merupakan pedoman, tuntunan buat
pengikutnya dan kita tentunya harus menegakkan syariatnya."
Prabu
Siliwangi menceritakan asal muasal para leluhur pembawa budaya dari
para raja-raja terdahulu. Setiap raja-raja terdahulu diberi titisan
para dewa, dewi langsung dari khayangan. Khayangan adalah tempat syurga
yang bisa menyatu dengan sang Kholik. Dewa, dewi di langit tentunya
para Malaikat dan para bidadari. Dan jika bisa menembus, pada rahasia
besarNya. Pada hakikatnya para raja, ratu, dewa dan dewi menyinggahi
setiap ayat-ayat yang terjamin kesucianya.
Sekarang kita kembalikan pada Budaya leluhur tersangkut pada satu ayat suci alqur'an mengenai pakaian muslim.
Sekarang kita kembalikan pada Budaya leluhur tersangkut pada satu ayat suci alqur'an mengenai pakaian muslim.
"Kian
Santang, bagaimana ayat itu agar tetap bisa dijadikan pedoman langkah
hidup? akan tetapi.., bagaimana supaya ketentuan ayat itu tidak
menyalahi Budaya leluhur dalam kelanggenganNya? coba kerahkan ilmu
sejatimu, tembusi kerajaan langitmu.." Perintrah Baginda Raja Pada
putranya Kian Santang.
Kian
Santang yang mempunyai kesaktian tembus ruang dan waktu menuju kursi
Arrasi menyatukan jiwanya pada Raja di Raja, Raja Maha Agung dan Maha
Bijaksana. Penyatuan zat yang sempurna membimbingnya pada kalam
ilahiah. Dan jawabannya hanya 'pemahaman'.
Pemahamannya Kian Santang:
Allah
menyenangi berbusana muslim agar menutup semua aurat tubuh wanita itu
merupakan tindakan dari perbuatan. Dimana kaum hawa harus menjaga
kehormatannya dan bersikap layaknya seorang wanita yang mempunyai
nilai-nilai leluhur sebagai peradaban lama yang juga sudah terkikis
habis di era zaman sekarang. Karena jikapun para wanita mengenakan
pakaian muslim namun tidak memiliki nilai leluhur sama dengan mencoreng
aturan agamanya itu sendiri. Itu akan lebih berat dibanding para wanita
berpakaian biasa tetapi memegang amanah sebagai wanita sejati titisan
para dewi.
Prabu Siliwangi mengangguk pertanda setuju. "Kian Santang, lalu bagaimana engkau akan menyampaikan kesepakatan pada bangsamu yang mayoritas beragama seperti keyakinanmu? supaya juga tidak salah akan pemahamannya mengenai agama. Sementara bangsa ini punya kewajiban harus mengangkat budaya leluhur itu tadi?"
" Mudah" jawab Kian Santang dengan tenang.
Prabu Siliwangi menatap Kian Santang pada ke dalaman jiwanya.
"Semua
harus diberi pemahaman sesuai aturan yang berlaku di Negara ini sebagai
penyatuan bangsa yang dilandasi Pancasila dan dikembalikan pada Tut
wurihandayani."
"Jika
mudah maka lakukanlah!" Perintah Baginda Raja berharap, "karena setelah
budaya leluhur terangkat. Para dewa, dewi akan bermupakat untuk
menggali kekayaan milik bangsamu. Hanya saja persyaratan sebagai
perjanjian alam pada seorang manusia harus dibuktikan. Alam hanya
meminta separuh kekayaan terbagi dua untuk penyeimbangan bumi pada satu
negara adidaya"
"Mudah juga" jawab Kian Santang semakin tenang.
Prabu Siliwangi menatap kembali wajah anaknya.
"Itu juga sama dengan pemahaman" jawab kian santang.
Kali ini Prabu Siliwangi kebingungan melihat ketengan putranya.
"Bagi Allah semua akan mudah, ayah.."
Prabu
Siliwangi langsung mendebat. "Sudah aku katakan berkali-kali,
pisahkanlah antara Allah dengan bangsa yang terpuruk dalam Negaramu...
karena Allah tetap Allah, hamba engkau tetap hambaNya yang, harus bisa
menyelesaikankan segala perkara antara manusia secara alam nyatanya.
Ibarat do'a tanpa usaha tetap tidak akan mencapai satu tujuan. karena
do'a adalah pengantar langkah agar apa yang dituju bisa terlaksana."
"Jika
demikian saya akan meminta Allah menurunkan pemahamannya pada orang
tersebut." Jawaban Kian Santang membuat Prabu Siliwangi berpikir.
"Jika pemahaman itu tetap tidak sampai pada orang tersebut?" Tanya Baginda Raja.
Kian Santang tersenyum nanar.
"Mudah
juga.. " menatap Prabu Siliwangi "kiamatlah bagi Indonesia." Sambung
Kian Santang sambil melempar pandangan kosong, wajahnya terlihat lesu
seolah melihat masa depannya yang tidak ada kehidupan lagi di negara
tercintanya.
"Maksudnya?" Desak Prabu Siliwangi ingin mengetahui ketajaman jawaban putranya.
"Itulah
pemahamanNya ayah. Karena jika tidak terulur separuh harta dari orang
yang bersangkutan, maka para dewa, diwi bersedih hati. Bangsa tidak
akan terselamatkan dari keterpurukan... Dan tangisnya seisi alam
khayangan, menjadikan petaka besar. Laut diseluruh muka bumi akan
dikeringkan dan ditariknya ke atas untuk dijadikan bahan airmatanya... "
Kian
Santang dan Prabu Siliwangi terdiam dalam kecemasan masing-masing.
Dilihatnya dewa, dewi khayangan tengah menanti kepulangannya untuk
menyampaikan berita keadaan bumi pada langit.
Yang
dalam tempo itu para penghuni planet tengah hampir selesai menggali
berbagai bocoran dari para intelejennya yang sengaja diturunkan guna
mengetahui keadaan bumi. Para dewa, dewi menampakan kegelisahan karena
jika isi bumi dilenyapkan, maka penghuni-penghuni planet akan turun
membangun kerajaannya di bumi.
Akhirnya semua peradaban akan kembali pada zaman es dimana para penghuninya sebagai pemegang kunci rahasia, yaitu merupakan warisan leluhur titisan dewa, dewi. Kemudian bisa menghanguskan zaman keemasan yang ditunggu oleh seluruh isi penghidupan alam maya dan alam bumi.
Akhirnya semua peradaban akan kembali pada zaman es dimana para penghuninya sebagai pemegang kunci rahasia, yaitu merupakan warisan leluhur titisan dewa, dewi. Kemudian bisa menghanguskan zaman keemasan yang ditunggu oleh seluruh isi penghidupan alam maya dan alam bumi.
Kenapa zaman keemasan ditunggu seluruh isi alam ini?
Tidak ada yang tahu kenapa dengan zaman keemasan..
Bisa saja para penghuni planet bisa berinteraksi dengan para penghuni bumi lewat orang-orang pilihan dari titisan para dewa, dewi.
Atau? entahlah...
Tidak ada yang tahu kenapa dengan zaman keemasan..
Bisa saja para penghuni planet bisa berinteraksi dengan para penghuni bumi lewat orang-orang pilihan dari titisan para dewa, dewi.
Atau? entahlah...
Wallohuallam...
Ini Sekedar Cerita angan-angan buat teman-teman yang suka membaca bloggerku...
Terimakasih atas kesetiannya.
Apapun
bentuk tulisan mudah-mudahan bisa bermanfaat dan menjadikan bahan
perenungan setelah itu.. Supaya bisa berpandangan ke depan untuk
kehidupan para cicit sebagai generasi penerus...
Nenden Salwa
Me and my son
Asal-Usul Harimau (Maung) Siliwangi
Seperti
diketahui, Pajajaran merupakan kerajaan hindu terbesar di Jawa Barat.
Tidak begitu jelas siapa pendiri dan kapan berdirinya. Namun lokasinya
diketahui di Bogor sekarang. Raja-raja yang pernah berkuasa
diantaranya, adalah: Prabu Lingga Raja Kencana, Prabu Wastu Kencana,
dan Prabu Siliwangi.
Di antara raja-raja tersebut yang paling termashyur adalah Prabu Siliwangi.
Raja yang terkenal amat bijaksana ini beristrikan putri bernama Dewi
Kumalawangi. Dari rahim istrinya ini lahirlah tiga orang putra, yaitu:
Raden Walangsungsang, Dewi Rarasantang dan Raden Kiansantang.
Raden
Kiansantang lahir di Pajajaran tahun 1315. Dia adalah seorang pemuda
yang sangat cakap. Tidaklah heran jika pada usianya yang masih muda
Kiansantang diangkat menjadi Dalem Bogor kedua.
Konon,
raden Kiansantang juga sakti mandraguna. Tubuhnya kebal, tak bisa
dilukai senjata jenis apapun. Auranya memancarkan wibawa seorang
ksatria, dan sorot matanya menggetarkan hati lawan.
Diriwayatkan, prabu
Kiansantang telah menjelajahi seluruh tanah Pasundan. Tapi, seumur
hidupnya dia belum pernah bertemu dengan orang yang mampu melukai
tubuhnya. Padahal ia ingin sekali melihat darahnya sendiri. Maka pada
suatu hari, dia memohon kepada ayahnya agar dicarikan lawan yang hebat.
Untuk memenuhi permintaan putranya, Prabu Siliwangi
mengumpulkan para ahli nujum. Dia meminta bantuan pada mereka untuk
menunjukkan siapa dan dimana orang sakti yang mampu mengalahkan
putranya.
Kemudian
datang seorang kakek yang bisa menunjukkan orang yang selama ini
dicari. Menurut kakek tersebut, orang gagah yang bisa mengalahkan Raden
Kiansantang ada di tanah suci Mekkah, namanya Sayidina Ali.
“Aku ingin bertemu dengannya.” Tukas Raden Kiansantang.
“Untuk bisa bertemu dengannya, ada syarat yang harus raden penuhi,” ujar si kakek.
“Untuk bisa bertemu dengannya, ada syarat yang harus raden penuhi,” ujar si kakek.
Syarat-syarat tersebut adalah:
- Harus bersemedi dulu di ujung kulon, atau ujung barat Pasundan
- Harus berganti nama menjadi Galantrang Setra
Dua
syarat yang disebutkan tidak menjadi penghalang. Dengan segera Raden
Kiansantang memakai nama Galantrang Setra. Setelah itu ia segera pergi
ke ujung kulon Pasundan untuk bersemedi.
Pergi Ke Mekkah
Tak dijelaskan dengan apa Galantrang Setra pergi ke Mekkah. Yang pasti sesampainya di Arab beliau langsung mencari Sayidina Ali.
“Anda kenal dengan Sayidina Ali?” Tanya Kiansantang pada seorang lelaki tegap yang kebetulan berpapasan dengannya.
“Kenal sekali,” jawabnya.
“Kalau begitu bisakah kau antar aku kesana?”
“Bisa, asal kau mau mengambilkan tongkatku itu.”
“Anda kenal dengan Sayidina Ali?” Tanya Kiansantang pada seorang lelaki tegap yang kebetulan berpapasan dengannya.
“Kenal sekali,” jawabnya.
“Kalau begitu bisakah kau antar aku kesana?”
“Bisa, asal kau mau mengambilkan tongkatku itu.”
Demi
untuk bertemu dengan Ali, Kiansantang menurut untuk mengambil tongkat
ya tertancap di pasir. Tapi alangkah terkejutnya ia ketika mencoba
mencabut tongkat itu ia tak berhasil, bahkan meski ia mengerahkan
segala kesaktiannya dan pori-porinya keluar keringat darah.
Begitu
mengetahui Kiansantang tak mampu mencabut tongkatnya, maka pria itu pun
menghampiri tongkatnya sambil membaca Bismillah tongkat itu dengan
mudah bisa dicabut.
Kiansantang keheranan melihat orang itu dengan mudahnya mencabut tongkat tersebut sedang ia sendiri tak mampu mencabutnya.
“Mantra apa yang kau baca tadi hingga kau begitu mudah mencabut tongkat itu? Bisakah kau mengajarkan mantra itu kepadaku?”
“Tidak Bisa, karena kau bukan orang islam.”
“Tidak Bisa, karena kau bukan orang islam.”
Ketika
ia terbengong dengan jawaban pria itu, seorang yang kebetulan lewat di
depan mereka menyapa; “Assalamu’alaikum Sayidina Ali.”
Mendengar
sapaan itulah kini ia tahu bahwa Sayidina Ali yang ia cari adalah orang
yang sedari tadi bersamanya. Begitu menyadari ini maka keinginan
Kiansantang untuk mengadu kesaktian musnah seketika. “Bagaimana mungkin aku mampu mengalahkannya sedang mengangkat tongkatnya pun aku tak mampu,” pikirnya.
Singkat
cerita akhirnya Kiansantang masuk agama islam. Dan setelah beberapa
bulan belajar agama islam ia berniat untuk kembali ke Pajajaran guna
membujuk ayahnya untuk juga ikut memeluk agama islam.
Usaha Kiansantang Mengislamkan Ayahnya
Sesampainya
di Pajajaran, dia segera menghadap ayahandanya. Dia ceritakan
pengalamannya di tanah Mekkah dari mulai bertemu Sayidina Ali hingga
masuk islam. Karena itu ia berharap ayahandanya masuk islam juga. Tapi
sayangnya ajakan Kiansantang ini tak bersambut dan ayahandanya
bersikeras untuk tetap memeluk agama Hindu yang sejak lahir dianutnya.
Betapa
kecewanya Kiansantang begitu mendengar jawaban ayahandanya yang menolak
mengikuti ajakannya. Untuk itu ia memutuskan kembali ke Mekkah demi
memperdalam agama islamnya dengan satu harapan seiring makin pintarnya
ia berdakwah mungkin ayahnya akan terbujuk masuk islam juga.
Setelah
7 tahun bermukin di Mekkah, Kiansantang pun kembali lagi ke Pajajaran
untuk mencoba mengislamkan ayahandanya. Mendengar Kiansantang kembali
Prabu Siliwangi yang tetap pada
pendiriannya untuk tetap memeluk agama Hindu itu tentu saja merasa
gusar. Maka dari itu, ketika Kiansantang sedang dalam perjalanan menuju
istana, dengan kesaktiannya prabu Siliwangi menyulap keraton Pajajaran menjadi hutan rimba.
Bukan
main kagetnya Kiansantang setelah sampai di wilayah keraton pajajaran
tidak mendapati keraton itu dan yang terlihat malah hutan belantara,
padahal dia yakin dan tidak mungkin keliru, disanalah keraton Pajajaran
berdiri.
Dan akhirnya setelah mencari kesana kemari ia menemukan ayahandanya dan para pengawalnya keluar dari hutan.
Dengan
segala hormat, dia bertanya pada ayahandanya, “Wahai ayahanda, mengapa
ayahanda tinggal di hutan? Padahal ayahanda seorang raja. Apakah pantas
seorang raja tinggal di hutan? Lebih baik kita kembali ke keraton.
Ananda ingin ayahanda memeluk agama islam.”
Prabu Siliwangi tidak menjawab pertanyaan putranya, malah ia balik bertanya, “Wahai ananda, lantas apa yang pantas tinggal di hutan?”
“Yang pantas tinggal di hutan adalah harimau.” Jawab Kiansantang
Konon, tiba-tiba prabu Siliwangi
beserta pengikutnya berubah wujud menjadi harimau. Kiansantang
menyesali dirinya telah mengucapkan kata harimau hingga ayahanda dan
pengikutnya berubah wujud menjadi harimau.
Maka
dari itu, meski telah berubah menjadi harimau, namun Kiansantang masih
saja terus membujuk mereka untuk memeluk agama islam.
Namun
rupanya harimau-harimau itu tidak mau menghiraukan ajakannya. Mereka
lari ke daerah selatan, yang kini masuk wilayah Garut. Kiansantang
berusaha mengejarnya dan menghadang lari mereka. Dia ingin sekali lagi
membujuk mereka. Sayang usahanya gagal. Mereka tak mau lagi diajak
bicara dan masuk ke dalam goa yang kini terkenal dengan nama goa
Sancang, yang terletak di Leuweung Sancang, di kabupaten Garut.
Fauzan Salwa & Nenden Salwa